WHAT'S NEW?
Loading...

Yang dinginkan Oleh Siswa...

School isn't like a Jail
Sekolah ? apa sih yang dipikirkan saat mendengar kata itu ? mungkin bagi anak TK, sekolah adalah tempat yang paling menyenangkan, tempat yang ingin dituju setiap hari, penuh rasa kasih sayang dari guru dan orang tua yang mengantar dan setia menunggu anaknya, penuh canda, tawa, hiburan, tanpa beban. Namun bagaimana dengan siswa siswi SMA ? sekolah adalah jurang pemisah antara orang tua dengan murid tempat di mana kita belajar, mengerjakan tugas, mengikuti aturan, terkekang, dan berharap bahwa besok adalah hari Sabtu atau Minggu, apa bedanya sih antara TK dengan SMA, dua tempat yang menyandang status SEKOLAH, tetapi memiliki kesan yang jauh berbeda.


Pernahkah Mengalami Kejadian Ini Saat SMA ?

Saat waktu TK saya ingin bertemu guru, bertemu kawan, setiap ada pertanyaan seluruh tangan siswa siswi tidak pernah absen untuk mengacungkan tangan demi menjawab sebuah pertanyaan dengan penuh semangat, tanpa ada rasa takut salah. Namun saat ini, yang saya pikirkan adalah untuk apa sekolah, setiap hari saya harus bertemu guru dari jam 7.00 sampai jam 15.00 untuk belajar dan belajar, apakah kalian pernah memikirkan itu, “Untuk apa ? Apakah kalian bosan, lelah, atau penat ?”, setiap bel berbunyi yang terjadi hanyalah guru satu keluar dan guru lainnya masuk, apa sih tujuan mereka ? Malah sebagian besar masih mengikuti bimbingan pembelajaran sampai larut malam terutama kelas yang akan menghadapi UN, lalu di rumah ? rumah hanya menjadi tempat makan gratis bahkan ada anak yang menjadikan tempat untuk numpang tidur, persentase komunikasi dengan orang tua jelas berkurang sangat jauh berkurang, memaksa hubungan antara anak dengan orang tua menjauh. Orang tua menitipkan anaknya ke sekolah, tapi apakah orang tua tahu apa yang dilakukan anaknya selama di sekolah ? setiap pembagian rapor guru selalu mengatakan “Orang tua lebih penting dalam proses pembelajaran anak” sedangkan anak pulang dan bertemu orang tua hanya jam 19.00, lalu tidur jam 21.00 berarti mulai pulang sekolah sampai tidur hanya bertemu 2 jam, lalu esoknya ? jam 7.00 anak harus sampai ke sekolah, tidak peduli sejauh dan seberapa pagi anak itu berangkat dari rumah, lalu APAKAH CUKUP APABILA ANAK BERTEMU ORANG TUA SELAMA 2 JAM ????

Tidak semua anak sanggup memikul beban pelajaran

Setiap hari siswa dituntut belajar, kalau masuk IPA berarti nilai pelajaran MTK, Biologi, Fisika, dan Kimia semua harus bagus, siswa harus menguasai ke 4 pelajaran itu dengan sempurna, minimal pas KKM (batas remedial), tapi apakah di benak kalian pernah terpikir bahwa “Apakah guru pelajaran kalian bisa menguasai ke 4 pelajaran itu dengan sempurna, apakah guru MTK bisa Kimia, apakah guru Biologi bisa Fisika, apakah guru Fisika bisa Kimia, sedangkan saya harus bisa semuanya, kenapa ?” Hmmm, cukup aneh ya, atau apakah kalian pernah berpikir, “Apabila saya menjadi ahli komputer, apakah pelajaran Biologi dan Kimia dibutuhkan ?” dan apakah kalian pernah berpikir kalau “Memangnya kalau nilai bagus, masa depan cerah ? Kok Bill Gates saja yang tidak lulus di beberapa pelajaran bisa PUNYA Microsoft, sedangkan temanya yang lulus semua mata pelajaran hanya menjadi PEGAWAI Microsoft, jangan – jangan nilai rapor aku 97 nanti cuma jadi pegawai?” Pemikiran yang sangat kontroversial, di mana anak harus dan wajib bisa menguasai beberapa mata pelajaran utama yang sungguh luar biasa susahnya, belum lagi pelajaran lainnya, walaupun gurunya sendiri BELUM TENTU bisa menguasai mata pelajaran utama, Sea siswa belajar tanpa tahu apakah ilmu ini BERMANFAAT untuk kehidupan pribadi dan masyarakat dan Penh dilematis, dan belajar untuk mencari NILAI bukan ILMU dan masih bimbang MAU JADI APA NANTI ???

Ketika anda anda bosan apakah ilmu masuk ?

Setiap hari siswa belajar di sekolah sampai sore, tentu saja akan pusing mengingat kemampuan otak kita sangat terbatas untuk menyerap ilmu, pulang sekolah di saat otak letih harus pergi ke tempat bimbingan pelajaran, di mana kita harus bimbel agar kita tidak di remedial, sedangkan pulang sekolah jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan pasti kita sudah lelah , setelah pulang bimbel kita sampai di rumah, kita harus mengerjakan PR dan tugas. Apakah kalian pernah berpikir “Untuk apa sih kita hidup ini ini aja ?”, apakah kalian pernah berpikir “Hanya demi NILAI kita mengorbankan waktu luang kita untuk BELAJAR dan BELAJAR setiap waktu ”Ya kita di WAJIB kan untuk belajar dari kita lahir sampai menuju kuburan kita, tapi apakah yang diwajibkan adalah belajar materi sekolah ? TIDAKAN ?, kita bermain berati kita membuat suatu ikatan sesama sosial, kita bisa belajar di luar, tanpa di kelas, kita bisa belajar dengan melihat, kita bisa belajar dengan mendengar, kita bisa belajar dengan bermain, dan tentu saja ini lebih mudah MENGAMALKAN apa yang kita pelajari, bukankah pahala yang tidak pernah putus walaupun kita meninggal adalah Ilmu yang BERMANFAAT, apabila kalian belajar dengan sistem belajar -> ulangan -> nilai 100 -> lupa materinya -> belajar bab selanjutnya -> ulangan -> nilai 100 -> lupa materinya dan terus seperti itu, apakah itu BERMANFAAT ?

Problem ?

Melihat fenomena membludaknya siswa siswi mencari bimbingan belajar setelah pulang sekolah, apa yang mereka cari sih ? “Aku mau cari ilmu, dan ini kewajibanku” ungkap seorang teman perempuanku, apakah dia pernah berpikir, “Untuk apa ilmu yang banyak hanya untuk kepentingan pribadi, tanpa mengamalkannya, apakah otakmu tidak lelah ?”, “Aku bimbel agar nilai aku bagus dan menjadi orang sukses”, apakah dia pernah berpikir “Untuk apa mencari ilmu hanya untuk kepentingan dirimu saja, apa dia tidak memiliki rasa sosial?”, Bagi anak pertama apakah dia merasakan bahwa otak memiliki batas waktu untuk menyerap ilmu, ya menurut penelitian kurang lebih 4 jam per hari, dan waktu itu telah dihabiskan selama jam sekolah, lalu untuk apa dia melakukan pekerjaan sia – sia, apakah kamu tidak mengingat orang tua, atau tidak kangen dengan orang tua, atau tidak mau membantu orang tua di rumah ?, masalah kedua, apabila kamu bimbel untuk mencari nilai dan sukses di masa depan, lagi lagi fakta yang real apakah itu terjadi pada Bill Gates, Cahirul Tanjung, dan Thomas Alva Edison aku rasa mereka tidak memiliki dana untuk bimbel, tapi kok sukses, mereka belajar malah Edison cukup belajar di rumah bersama ibunya, ini membuktikan bahwa ilmu akan masuk apabila bersamaan dengan rasa kasih sayang yang diberikan oleh seorang yang mengajari (guru) kepada orang yang diajari (murid). 

Apa anda lelah ?

Dua alasan sebelumnya masuk akal dan merupakan hasil konsep hidup seseorang, namun ada satu alasan lagi dan saya yakin pasti ada bahkan mungkin banyak teman kalian yang mengatakan ini, “Aku bimbel karena saya tidak mengerti apa yang diajarkan di sekolah”, What ? kita mulai sejak jam 7.00 dengan keadaan fresh, bugar, lalu apa yang aneh ? Tidak ada siswa atau pun siswi yang bodoh, daya tangkap orang mungkin berbeda, tapi apakah di sekolah belum cukup ? apa bedanya ? Apabila 80% lebih siswa siswi bimbel dengan alasan itu, maka semakin banyak yang mengikuti bimbel semakin nyata bahwa sekolah GAGAL mentransfer ilmu dari guru kepada murid, bahkan banyak kasus di mana guru di sekolah mengajar sesuka hati tanpa peduli siswa mengerti atau tidak, namun ketika guru itu mengajar di suatu bimbingan pembelajaran, sikap guru berubah 180 derajat menjadi sosok guru yang mengajarkan dengan semangat dan dimengerti oleh siswa, apakah gaji guru belum cukup atau sehingga guru bersikap seperti itu ? Dan untungnya masih banyak guru yang bersikap adil, namun tidak sedikit guru yang bersikap seperti itu

Bisakah menghargai lomba seni layaknya olimpiade Fisika ?

Rata rata sekolah selalu mementingkan eksak, tidak melihat sisi seni dan ke kreativitasan siswa, bayangkan saja ketika siswa siswi menjadi juara OSN tingkat kabupaten di bidang Biologi, Fisika, Astronomi, MTK, dll  dielu elukan oleh guru – guru, sedangkan juara Teater, Desain Poster tingkat PROVINSI hanya menjadi angin lalu di benak guru dan lebih naas lagi, guru guru tidak pernah mengapreasikan karya seni muridnya. Pernahkah kalian berpikir “Bagaimana sih hidup tanpa seni, emang enak ya?" dan pantas saja seniman Indonesia langka dan banyak yang terkenal di luar negri tapi tidak populer di Indonesua, karena gurunya sendiri juga tidak menghargai rasa seni siswanya, gimana orang lain ? hampir semua orang sekolah di sekolah dasar, dan mereka di set tidak menghargai seni oleh gurunya, ya wajar saja masyarakat kita tidak apresiatif. Ironisnya ada guru yang bilang “Ya sudah itu hanya seni saja, apa sih pentingnya ?” saya yakin apabila seniman mendengar kalimat itu pasti akan marah, walaupun saya hanya anggota teater sekolah dan saya masih baru, reaksi saya mendengar kata kata itu merasakan sedih, kesal , “Apa guru tidak pernah mendengarkan alunan musik yang indah, melihat suatu karya yang sangat keren ataukah merasakan perasaan yang dialami seorang pemain drama atau aktor ?” Dan apa pentingnya seni dalam pendidikan, seni merupakan penyeimbang, dikala jenuh dalam pelajaran, seni bisa menambah semangat murid, dan seni menggerakkan otak kanan bukan ? Sudah banyak orang ataupun motivator yang menyatakan otak kanan lebih baik daripada otak kiri dan otak kanan itu dirangsang oleh seni dan kreativitas, MINIMAL otak kanan harus seimbang dengan otak kiri.  dan  saya  ingin memberi tahu kepada motivator, “Guru kami memaksa kita untuk menggunakan otak kiri dan melupakan otak kanan, apa yang harus saya lakukan ?”.
Apa anda sudah memikirkan mau prospek hidup ke depan ?

Setiap hari berganti pelajaran, maka semakin hari  semakin banyak PR dan tugas menumpuk, apakah pelajaran yang berjumlah belasan itu berguna ? Tentu saja berguna bagi sekolah kejuruan, lalu bagi SMA ? Mohon maaf pendapat saya yang bodoh ini, “Apakah ilmu biologi berguna bagi seorang teknik komputer ? Apakah ilmu Fisika berguna bagi seorang dokter gigi, Fisika dibutuhkan untuk ahli komputer, tapi apakah menghitung lama benda jatuh ke bumi juga perlu ?” Pembagian jurusan sejak dini sangat diperlukan, SMA hanya dibagi IPA, IPS, dan Bahasa, yang paling parah itu adalah siswa IPA, di mana lebih dari 60 % siswa IPA masih bingung mau jadi apa dia ? setiap hari melahap pelajaran yang belum tentu digunakan saat kulia, mungkin sistem SMK sudah sangat baik, di mana siswa siswi sudah tahu mau ke mana mereka kuliah atau bekerja, dan mereka belajar apa yang mereka BUTUHKAN UNTUK KEDEPANNYA, sedangkan anak IPA belajar semuanya tanpa tahu tujuan hidupnya, bahkan banyak anak IPA yang kuliah keluar dari jalurnya, ada yang menjadi komunikasi bahkan akuntan yang seharusnya menjadi santapan siswa IPS, karena itu diferensial mata pelajaran lebih spesifik lagi, seperti sistem SKS pada perkuliahan, siswa memilih pekerjaan atau bidang mereka, lalu memilih pelajaran yang bersangkutan, tanpa pembelajaran yang berlebihan.

Sekolah hanya untuk nilai ?

Lalu apa sih yang diharapkan siswa dan siswi dalam sekolah ? Sekolah terutama SMA, kami menginginkan rasa yang sama seperti TK, tempat yang dinanti, tempat kita mencari ilmu dan pengalaman, mungkin maksudnya bukan seperti belajar sambil bernyanyi, ya mungkin itu adalah suatu trik, tapi yang sebenarnya sangat diinginkan adalah bagaimana belajar dengan tujuan mencari ilmu untuk diamalkan, bukan demi sebuah tinta yang tertulis dalam rapor, belajar dengan komposisi seimbang, di mana kita belajar untuk sesama, belajar diiringi penuh warna, dan yang terpenting adalah belajar itu menyenangkan, kita terlalu jauh dan terlambat apabila harus mengikuti sistem pembelajaran di Finlandia, namun apabila hal ini dipenuhi, saya rasa pendidikan Indonesia semakin baik, dan tidak hanya mencetak ilmuan ilmuan yang terkenal, namun mencetak seniman dan atlet yang dapat dihargai oleh masyarakat, pandangan masyarakat tergantung pendidikannya, dimulai dari guru yang menghargai seni maka murid pun turut mengapresiasikan emosinya melalui hasil karya yang indah, buka coretan coretan ditembok yang merusak mata, menghasilkan suatu alunan yang indah dan harmonis, buka kata – kata kasar yang sama sekali tidak patut dikeluarkan dari mulut pelajar, menghasilkan atlet terkenal, tari, dan drama yang menggebu jiwa bukan tawuran dan anarkisme yang terjadi di sana sini. Itu semua akan terbentuk apabila mind set guru berubah, di saat guru memiliki mind set yang benar, maka guru bisa mengajak muridnya, karena guru memiliki sugesti bagi siswa - siswinya, sehingga membuat siswa bisa lebih menghargai dan sukses dan akhirnya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani dapat tercapai.

Guru menginginkan muridnya sukses

Saya tidak bermaksud memojokkan salah satu pihak, mohon maaf yang sebesar besarnya apabila terdapat kata kata yang tidak patut ataupun tidak mengenakkan hati, saya hanya menkritik dan tidak bermaksud   melawan , dan tulisan ini hanyalah tulisan dari tangan pelajar yang ingin didengar dan saya hanya menyampaikan apa yang saya harapkan, karena saya pun tahu tidak mungkin ada guru atau pun menteri yang menginginkan siswa - siswi gagal dalam hidupnya
 “Semua guru pasti selalu berhasil menjadikan muridnya sukses, namun tidak semua guru tahu dan bisa membuat muridnya bisa LEBIH SUKSES dari apa yang mereka lihat dan  mereka pikir.”





4 comments: Leave Your Comments

  1. Asik.. kerenlah ka.. RT banget..:)

    ReplyDelete
  2. Bagus... saya suka tulisannya.. Boleh saya masukkan curhatan anda dalam isi buku saya tanpa menghilangkan nama anda dan blog anda? kalau boleh, dan bukunya sudah dicetak... anda boleh melihat hasilnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh oke, untuk lebih jelas bapa bisa mengirimkan email kepada saya greensatio@gmail.com

      Delete